Akhlak, sebagaimana dikatakan ulama adalah gambaran batin manusia,
karena (pada dasarnya) manusia mempunyai dua bentuk, bentuk luar (yaitu fisik)
yang Allah ciptakan badan padanya.
Dan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bentuk luar ini ada yang
diciptakan dalam bentuk yang indah, dan ada yang diciptakan dalam bentuk yang
buruk, dan ada yang diciptakan dalam bentuk diantara keduanya. Dan bentuk batin
(demikian juga) ada yang baik dan ada yang buruk, serta ada yang diantara
keduanya, dan bentuk batin inilah yang dikatakan sebagai akhlak.
Jika demikian halnya, maka yang dinamakan akhlak adalah : “Gambaran
batin , dimana manusia berwatak seperti gambaran batin itu”. Dan sebagaimana
akhlak itu merupakan suatu tabiat (pemberian Allah), sesungguhnya akhlak baik
juga dapat diperoleh dengan berusaha untuk berakhlak baik, artinya bahwa (ada)
manusia yang diciptakan Allah dalam keadaan berperangai baik, dan terkadang ada
yang memperoleh akhlak baik itu dengan cara berusaha dan memaksa (serta
mengalahkan jiwa untuk berakhlak baik) - oleh karena Nabi bersabda kepada
(sahabat yang bernama) Al Asaj bin Qais : “Sesunggunhya dalam dirimu terdapat
dua perangai yang dicintai Allah, yaitu sabar dan tenang, (lalu) Al Asaj bin
Qais berkata : Wahai Rasulullah, apakah dua perangai itu aku yang membikin
(mengusahakan untuk berakhlak sabar dan tenang) ataukah Allah telah ciptakan
keduanya untukku? Beliau bersabda : “Allah menciptakanmu dalam keadaan berakhlak
sabar dan tenang ”.
Maka ini adalah dalil bahwa akhlak mulia itu terjadi melalui tabiat
(pembawaan asli), dan bisa juga terjadi dari usaha untuk berakhlak mulia. Akan
tetapi, akhlak mulia yang lahir dari tabiat, tentu lebih baik dari akhlak mulia
yang terjadi dari hasil usaha untuk berakhlak mulia. Karena jika akhlak itu
terlahir dari tabiat, ia akan menjadi karakter dan pembawaan bagi manusia yang
tidak membutuhkan usaha membiasakan dan melatihnya. Akan tetapi, ini adalah
karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
barangsiapa yang tidak diciptakan dalam keadaan berakhlak baik, sesungguhnya ia
dapat memperolehnya dari jalan berusaha untuk berakhlak baik itu, dengan cara
membiasakan dan memaksa (serta mengalahkan jiwa untuk berakhlak baik)
sebagaimana kami akan menyebutkannya insya Allah.
Dan banyak manusia berprasangka bahwa berakhlak baik hanyalah
dilakukan dalam bermuamalah dengan makhluk, tanpa bermuamalah dengan Allah.
Akan tetapi ini adalah pemahaman yang sempit (dalam memahami makna berakhlak
baik), karena sesungguhnya berakhlak baik itu sebagaimana dilakukan dalam
bermuamalah dengan mahluk, juga dilakukan dalam bermuamalah dengan Al Khaliq
(Sang Pencipta). Maka pembahasan tentang berakhlak baik adalah bermuamalah dengan
Allah dan bermuamalah dengan mahluk.
Maka apakah yang dimaksud dengan berakhlak baik dalam bermuamalah
dengan Allah ?
Berakhlak baik dalam bermuamalah dengan Allah terkumpul dalam tiga
perkara :
1.
Menerima
berita-berita dari Allah (Al Qur'an) dengan membenarkannya.
2.
Menerima
hukum-hukum Allah dengan cara mengamalkannya.
3.
Menerima
takdir Allah dengan sabar dan ridha.
Maka dalam tiga hal inilah berkisar sesuatu yang berkenaan dengan
berakhlaq baik dengan Allah.
PERTAMA : MENERIMA BERITA-BERITA DARI ALLAH (AL QUR'AN) DENGAN
MEMBENARKANNYA
Artinya adalah tidak terdapat keraguan dalam diri manusia atau
kebimbangan dalam membenarkan berita dari Allah (Al Qur’an) , karena berita
dari Allah bersumber dari ilmu yaitu Allah Dzat yang paling benar perkataannya.
Sebagaimana firman Allah :
ô`tBur ä-yô¹r& z`ÏB «!$# $ZVÏtn ÇÑÐÈ
“Dan siapakah
orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah” (An Nisa : 87)
Dan wajib membenarkan berita dari Allah dengan sikap mempercayainya,
membelanya, berjihad dengannya, dimana keraguan dan kebimbangan terhadap Al
Qur’an dan hadits tidak memasukinya. Dan jika seseorang menampakkan akhlak
seperti ini, maka mungkin baginya untuk menolak setiap syubhat (kerancuan) yang
dibawa oleh orang-orang yang menentang terhadap Al Hadits, baik itu mereka yang
menentang dari kalangan orang muslim yang mengadakan perbuatan bid’ah (perkara
yang tidak ada contohnya dari Allah dan Rasul-Nya) atau orang-orang non muslim
yang melemparkan syubhat dalam hati kaum muslimin. diantara contoh tentang hal
itu adalah sebagaimana yang terdapat di dalam shahih Bukhari dari Abu Hurairah,
bahwa Nabi bersabda :“Jika lalat terjatuh dalam minuman salah seorang dari
kalian, maka hendaklah ia benamkan lalat itu kedalam minuman, lalu setelah itu
hendaknya ia membuang lalat itu, karena sesunguhnya di dalam salah satu
sayapnya terdapat penyakit, dan disayap lainnya terdapat obat” (Bukhari 5782).
Ini adalah berita dari Rasulullah dalam perkara-perkara yang ghaib,
Dan Nabi tidaklah mengucapkan dari hawa nafsunya, tetapi yang beliau ucapkan
adalah wahyu Allah. (Hal ini) karena Nabi adalah manusia, sedangkan manusia
tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bahkan Allah berfirman kepada Nabi : Katakanlah: "Aku tidak mengatakan
kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. (Al
An’am : 50)
Berita ini (hadits tentang lalat), wajib bagi kita menerimanya
dengan akhak yang baik. Dan berakhlak baik terhadap hadits ini adalah dengan
menerimanya serta menetapkan bahwa hadits yang disabdakan oleh Nabi adalah haq
dan benar, walaupun ditentang orang yang menentangnya. Dan kita mengetahui
dengan seyakin-yakinnya, bahwa pendapat yang menyelisihi hadits yang benar
keshahihannya dari Rasulullah adalah (pendapat) batil, hal ini karena Allah
berfirman :
#s$yJsù
y֏t/
Èd,ysø9$#
wÎ)
ã@»n=Ò9$#
“Maka tidak ada
sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (Yunus : 32)
KEDUA : MENERIMA HUKUM-HUKUM ALLAH DENGAN BENTUK
MENGAMALKANNYA
Sesungguhnya berakhlak baik dalam bermuamalah dengan Allah dalam hal
yang berkaitan dengan hukum-hukumNya adalah (dengan cara) menerima, mengamalkan
dan merealisasikannya, serta tidak menolak sedikitpun hukum-hukum Allah. Jika
seseorang mengingkari suatu hukum Allah, maka tindakan ini adalah (termasuk )
berakhlak buruk kepada Allah.
Diantara contohnya adalah tentang shalat.Tidak dapat diragukan lagi
bahwa puasa adalah ibadah yang berat bagi sebagian manusia, dan shalat itu
ibadah yang berat bagi orang-orang munafik, sebagaimana sabda Nabi : “Shalat
yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat
subuh” (Bukhari & Muslim)
akan tetapi shalat bagi orang yang beriman adalah “qurratu aini”
(penghibur hati) dan menenangkan jiwanya.
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu`,(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka
akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al Baqarah :
45-46)
Shalat bagi orang yang beriman bukanlah hal yang berat, bahkan
shalat itu ringan dan mudah (bagi mereka yang beriman). Oleh karena itu Nabi
bersabda : “Dijadikan pelipur lara hatiku dalam shalat”
Maka berakhlak baik kepada Allah dalam masalah shalat ini, yaitu
anda menunaikan shalat dengan lapang dada, tenang, dan kedua matamu mendapatkan
pelipur lara jika engkau sedang mengerjakan dan menunggunya jika waktu shalat
telah lewat, maka jika engkau telah mengerjakan shalat subuh, engkau dalam
kerinduan kepada shalat dzuhur, dan jika engkau telah shalat dzuhur engkau
dalam kerinduan kepada shalat ashar, dan jika engkau telah mengerjakan shalat
ashar engkau dalam kerinduan kepada shalat maghrib, dan jika engkau telah
shalat maghrib engkau dalam kerinduan kepada shalat isya’, dan jika engkau
telah selesai mengerjakan shalat isya engkau dalam kerinduan kepada shalat
subuh. Demikianlah, hatimu selalu teringat dengan shalat-shalat. Hal seperti,
tidak dapat diragukan lagi termasuk berakhlak baik kepada Allah.
KETIGA :
MENERIMA TAKDIR ALLAH DENGAN SABAR DAN RIDHA.
Berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan taqdir-taqdir-Nya
adalah dengan sikap engkau ridha dengan apa yang Allah taqdirkan bagimu, dan
hendaknya engkau merasa tenang pada taqdir itu, dan hendaknya engkau mengetahui
bahwa tidaklah Allah mentakdirkan bagimu melainkan dengan hikmah dan tujuan
yang terpuji serta patut dipuji dan syukur. Dan berdasarkan hal ini, berakhlak
baik kepada Allah berkenaan dengan taqdir-taqdir-Nya adalah ridha, menyerah dan
merasa tenang. Oleh karena itu Allah memuji orang-orang yang sabar yaitu orang
– orang yang apabila ditimpa dengan suatu musibah mereka berkata : “Sesungguhnya
kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita kembali”Dan Allah
berfirman :“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Al
Baqarah : 155)
Ringkasan pembahasn yang di atas bahwa berakhlak baik sebagaimana
terjadi kepada makhluk juga terjadi kepada Al Khalik (Allah), dan yang dimaksud
berakhlak baik kepada Allah adalah menerima Al Qur’an dengan membenarkannya,
dan “menemui” hukum-hukumnya dengan menerima serta mengamalkannya, dan menerima
taqdir-taqdir-Nya dengan sabar, dan ridha, inilah yang dimaksud berakhlak baik
terhadap Allah.
Adapun berakhlak baik terhadap mahluk, sebagian ulama menerangkan
dan menyebutkan dari Hasan Al Basri bahwa berakhlak baik adalah :
1.
Mencegah
gangguan
2.
Dermawan
3.
Wajah
berseri-seri
PERTAMA :
MENCEGAH GANGGUAN
Apakah makna “ Mencegah gangguan?” Maknanya adalah bahwa seseorang
mencegah (dirinya) untuk mengganggu orang lain, baik itu gangguan yang
berhubungan dengan harta, jiwa, atau kehormatan. Barangsiapa tidak menahan
dirinya dari mengganggu orang lain, maka ia tidak mempunyai akhlak yang baik,
dan ia berakhlak jelek. Rasulullah telah memberitahukan dihadapan sejumlah
besar umat beliau (ketika beliau menunaikan haji wada’) :“Sesungguhnya darah
kalian dan harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaimana
keharaman hari kalian ini, pada bulan kalian ini, dinegeri kalian ini” (hadits
riwayat Bukhari dan Muslim)
Jika seseorang berbuat aniaya kepada manusia dengan melakukan
pengkhianatan, atau berbuat aniaya dengan memukul, dan kejahatan, atau berbuat
aniaya kepada manusia dalam kehormatannya, atau mencela, atau ghibah
(menggunjing hal-hal yang jelek), maka hal ini bukanlah termasuk berakhlak baik
kepada manusia, karena ia tidak menahan (dirinya) dari mengganggu orang. Dan
dosanya semakin besar manakala perbuatan aniaya itu dilakuakan kepada seseorang
yang mempunyai hak paling besar padamu. Berbuat jahat kepada kedua orangtua
misalnya, lebih besar (dosanya) dari berbuat jahat kepada selain keduanya, dan
berbuat jahat kepada karib kerabat lebih besar (dosanya) dari berbuat jahat
kepada orang yang lebih jauh, dan berbuat jahat kepada tetangga lebih besar
dosanya dari berbuat jahat kepada selain tetanggamu, oleh karena itu Nabi
bersabda : "Demi Allah, demi Allah, demi Allah, tidaklah beriman, ditanyakan
kepada Rasulullah : Siapa wahai Rasulullah ? beliau bersabda : orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya”.
KEDUA :
MENDERMAKAN KEDERMAWANAN
Makna "Dermawan" yaitu engkau mendermakan kedermawanan.
Dan Kedermawan itu artinya bukanlah sebagaimana yang difahami oleh sebagian
manusia, yaitu engkau mendermakan harta (hanya bermakna ini), tetapi yang
dimaksud dermawan adalah mendermakan jiwa, kedudukan dan harta.
Jika kita melihat seseorang memenuhi kebutuhan manusia, membantu
mereka, membantu mengarahkan mereka kepada seseorang yang mereka tidak mampu
(menemuinya kecuali dengan perantaraannya) hingga berhasil (menemui) nya, atau
menyebarkan ilmu diantara manusia, mendermakan hartanya kepada manusia, maka
kami mensifatinya sebagai orang yang berakhlak baik, karena ia mendermakan
kedermawanan, oleh karena itu Nabi bersabda :“Bertaqwalah kepada Allah
dimanapun kalian berada, ikutilah perbuatan jahat dengan perbuatan baik,
niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan jahat, dan bergaullah
dengan manusia dengan akhlak yang baik” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan
Darimi)
Dan makna hal itu adalah jika engkau dianiaya atau dipergauli dengan
perbuatan buruk maka engkau memaafkan. Dan sungguh Allah telah memuji
orang-orang yang memaafkan kesalahan manusia, Allah berfirman tentang penghuni
surga :"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali
Imran :134)
Seseorang yang berhubungan dengan manusia lainnya, mesti akan
mengalami suatu gangguan, maka sepatutnya sikapnya dalam menghadapi gangguan
ini adalah hendaknya memaafkan dan berlapang dada. Dan hendaknya ia mengetahui
dengan seyakin-yakinnya bahwa sikap pemaaf dan lapang dadanya dan harapannya
untuk mendapatkan balasan kebaikan kelak di akhirat (dapat mengakibatkan)
permusuhan antara dia dengan saudaranya menjadi kasih sayang dan persaudaraan.
Allah berfirman :
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia
ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Al Fushilat
: 34)
Maka apakah yang lebih baik ? bersikap buruk atau baik ? (tentu)
bersikap baik, dan perhatikanlah wahai orang yang mengerti bahasa Arab,
bagaimana datang hasil yang diperoleh dengan “idza Al fujaiyyah” yang
menunjukkan kejadian langsung dalam hasil yang diperolehnya :“Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia.” (Al Fushilat : 34)
Akan tetapi apakah setiap orang mendapatkan petunjuk untuk
mengamalkan hal ini ? Tidak.
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar” (Al Fushilat : 35)
KETIGA : WAJAH BERSERI-SERI
Yaitu seseorang berwajah ceria, dan kebalikan berwajah ceria adalah
bermasam muka, oleh karena itu Nabi bersabda :“Janganlah meremehkan sesuatu
kebaikan walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri”
(hadits riwayat Muslim)
Berwajah ceria akan memasukkan rasa senang pada orang yang engkau
jumpai dan orang yang berhadapan denganmu, mendatangkan rasa kasih sayang dan
cinta, mendatangkan kelapangan dalam hati, bahkan mendatangkan rasa lapang dada
bagimu dan orang-orang yang bertemu denganmu – cobalah niscaya akan kamu
dapatkan ! - . Akan tetapi jika engkau bermuka masam, maka orang lain akan lari
darimu, mereka akan merasakan ketidaksukaan untuk duduk denganmu serta
berbicara denganmu. Dan boleh jadi kamu akan ditimpa penyakit yang berbahaya
yaitu yang dinamakan dengan tekanan (batin). Karena berwajah ceria adalah obat
yang mencegah dari penyakit ini, yaitu penyakit tekanan (batin). Oleh karena
itu para dokter menasehati orang yang ditimpa penyakit ini untuk menjauhi dari
hal-hal yang membangkitkan rasa marah. Karena hal itu akan menambah
penderitaannya, maka berwajah ceria akan memusnahkan penyakit ini, karena
manusia akan merasakan lapang dada dan dicintai mahluk.
Ini adalah tiga dasar, di mana pada tiga hal inilah berkisar sikap
berakhlak baik dalam bermuamalah dengan mahluk. Dan dari hal yang sepatutnya
diketahui dalam berakhlak baik adalah bergaul dengan baik. Yaitu dengan cara
seseorang bergaul dengan temannya, sahabatnya, karib kerabatnya dengan
pergaulan yang baik, tidak membikin kesusahan dan kepedihan mereka, tetapi
mendatangkan rasa gembira sesuai dengan batasan-batasan syariat Allah. Dan
batasan ini haruslah batasan yang berdasarkan syariat Allah, karena diantara
manusia ada orang yang tidak gembira kecuali dengan perbuatan maksiat kepada
Allah, (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu), yang demikian
tidak kita setujui. Akan tetapi memasukkan rasa senang kepada orang yang
berhubungan denganmu dari kalangan keluarga, teman, karit kerabat adalah
termasuk berakhlak baik, oleh karena itu Nabi bersabda : “Sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku (terhadap) keluargaku
adalah orang yang terbaik diantara kalian”. (hadits riwayat Ahmad, Ibnu Majah,
dan Baihaqi)
Dan sangat disayangkan banyak diantara manusia berakhlak baik kepada
orang lain, akan tetapi mereka tidak berakhlak baik kepada keluarganya, ini
adalah sikap yang salah dan membalikkan hak-hak, bagaimana mungkin kamu berbuat
baik kepada orang-orang jauh dan berbuat jelek kepada kerabat dekat ? kerabat
dekat adalah manusia yang paling berhak kamu berhubungan dan bergaul dengan
baik. Oleh karena itu bertanya seorang lelaki kepada Rasulullah :“Wahai
Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku berbuat baik padanya ?
Rasulullah menjawab : Ibumu, lalu ia bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah ?
Beliau menjawab : Ibumu, lalu lelaki itu bertanya lagi : lalu siapa ya
Rasulullah ? Beliau menjawab : ayahmu”. Pada jawaban pertanyaan ketiga atau
keempat. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Intinya : bahwasanya bergaul dengan baik kepada keluarga,
sahabat-sahabat, kerabat terdekat, semua itu termasuk berakhlak baik.
Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk
orang-orang yang berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah Rasuk-Nya baik secara
dhahir maupun batin, dan mewafatkan kita dalam keadaan yang demikian ini serta
melindungi kita didunia akhirat. Dan (melindungi) hati kita dari
ketergelinciran sesudah Dia memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kepada
kita rahmat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi. Wallahu a’lam bishshawab. (Disarikan
dari ceramah Syaikh Utsaimin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar